Headlines News :
Home » » PRODUKSI PADI "SRI" 10 TON PERHEKTAR

PRODUKSI PADI "SRI" 10 TON PERHEKTAR

Written By joker.com on Kamis, 22 September 2011 | 06.14



Petani Karawang sedang menikmati hasil panen musim ini dengan kegembiraan, karena hasil produksi panen rata-rata saat ini tidak kurang dari 8 ton perhektar. Selain itu gabah kering pungut dibeli para tengkulak dengan harga yang cukup tinggi. Rp 430.000,- perkwintal (Rp 4.300,-/kg). Menurut beberapa petani, baru sekarang mendapatkan hasil dan harga yang memuaskan.

Salah seorang petani Karawang, H.Ijang Supriadi, yang bertempat tinggal di Dusun Krajan Desa Pasirkamuning Kecamatan Telagasari, yang juga Ketua Kelompok Tani "Resep Makaya 1", itu, sempat berbincang dengan penulis di lokasi panennya, yaitu lokasi penampungan sementara hasil panen sawahnya di Pasirkamuning. Dia menyampaikan kegembiraannya atas hasil panen yang diperoleh saat ini.  Dari sekian hektar sawah yang masuk anggota Kelompok Tani "Resep Makaya 1" , 3 hektar menjadi pilot projek sistem "SRI" (System of Rice Intentification), yaitu sistem dengan mengedepankan pemanfaatan limbah alam sekitar untuk dimanfaatkan sebagai pupuk maupun obat anti hama, yang sering disebut pupuk organik. Dalam sistem itu, baik cara pembenihan, penanaman, pengairan, pemupukan, pemberantasan hama, memiliki cara yang agak lain dari cara-cara yang biasa dilakukan pada umumnya. Menurut H.Ijang, bagi petani yang menggunakan pupuk organik harus bersabar, karena pupuk organik agak lambat bereaksi atas tanah, sehingga perlu waktu agak panjang.  Ini berdasarkan pengalamannya, yang telah menggunakan pupuk organik sejak musim tanam yang lalu. Hasil musim tanam lalu tidak seperti ini, bahkan tidak memuaskan. Mungkin disebabkan pupuk itu belum bereaksi atas tanah dan tanaman padi. Tapi ketika pupuk organik sudah bereaksi selama dua musim ternyata hasilnya sangat memuaskan. Demikian penjelasan H.Ijang.

Mesin Rontog

Hal lain yang menyebabkan hasil produksi meningkat, karena panen menggunakan mesin rontog. Dengan cara ini, dapat menghindari ceceran gabah ketika dirontokkan dengan cara "digebot" (dibanting pada alat gebotan yang terbuat dari kayu dan bambu). Perbandingan hasil produksi antara "digebot" dengan "mesin rontog", menurut H.Ijang, sekitar 7 kwintal perhektar. Artinya dengan mesin rontog, dapat menyelamatkan 7 kwintal padi perhektar.

Mengenai mesin rontog sendiri, pada awalnya banyak pihak yang menentangnya, dengan alasan tidak memberi kesempatan kepada "tukang ngeprik", yaitu orang yang memanfaatkan sisa-sisa gabah yang tertinggal. Tapi kemudian alat ini banyak yang mempergunakan, karena memang lebih efektif.

Masih menurut H.Ijang, ada 3 macam mesin rontog yang beredar. Pertama :, mesin rontog biasa buatan pabrik dengan merek AGRINDO. Kedua : mesin rontog otomatis. Yang ketiga : mesin rontog buatan petani lokal. Dari ketiga jenis itu, menurut H.Ijang, yang ketigalah yang paling cocok digunakan ,disamping harganya relatif murah, praktis dan dapat digunakan di tengah sawah (karena ringannya) ,hasilnyapun memuaskan. Salah satunya , gabah tidak terlalu dipres, sehingga bulir beraspun tidak patah. Sedangkan mesin buatan pabrik, karena mesinnya besar, maka kekuatan presnya juga kuat, sehingga bulir beras bisa patah. Selain itu karena beratnya, mesin itu susah digunakan ditengah sawah. Untuk jenis kedua, harganya sulit dijangkau karena sudah menggunakan teknologi tinggi.

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : YPK | JKR | JKR
Copyright © 2010 okabe.com - All Rights Reserved
JOKER JOKER Published by JOKER
Proudly powered by POSTING